Kekurangan Nuklir sebagai Pembangkit Listrik
image by BoykoPictures
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan pembangkit listrik yang populer digunakan di dunia. Namun, di Indonesia masih banyak terjadi pro dan kontra mengenai pembangunan reaktor nuklir tersebut. Di pihak yang kontra, mereka ada yang beralasan bahwa mereka khawatir akan terjadinya tragedi seperti di Chernobyl. Selain itu, mereka mendengar kabar bahwa nuklir merupakan senjata pemusnah masal yang sangat berbahaya seperti yang telah digunakan oleh Amerika Serikat untuk mengebom kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang. Maka dari itulah hingga saat ini Indonesia belum bisa memiliki reaktor nuklir untuk memenuhi listrik nasional. Padahal penggunaan nuklir untuk pembangkit listrik tidak bisa disamakan dengan pengguanaannya untuk sistem persenjataan. Ada titik yang berbeda dari hal tersebut.
Di sisi lain, Jepang tetap mengembangkan teknologi nuklir sebagai pembangkit listrik walaupun telah mengalami masalah reaktor nuklir di Fukushima sehingga di wilayah tersebut harus diisolasi karena radiasi radioaktif. Kita tahu bahwa sangat beralasan Jepang tetap menggunakan nuklir untuk pembangkit listrik.
1. Senjata nuklir berkembang pesat
Teknologi nuklir membuat pintu masuk kekerasan ke dalam dunia. Hanya dalam 1 tahun setelah uji coba nuklir pertama di dunia pada tahun 1944, 2 kota besar telah dihancurkan oleh bom tunggal. Setelah itu, teknologi reaktor perlahan berkembang yang berfungsi untuk menghasilkan tenaga listrik. Tapi itu selalu dihubungkan dengan teknologi senjata nuklir. Hal ini hampir mustahil untuk mengembangkan senjata nuklir tanpa pengetahuan dari teknologi reaktor. Faktanya, perjanjian dari nuklir yang tidak berkembang ditujukan untuk menyebarkan teknologi reaktor nuklir tanpa menyebarkan senjata nuklir dengan keberhasilan yang tidak sempurna. Dalam 40 tahun, 5 negara telah mengembangkan senjata nuklir mereka dengan bantuan teknlogi reaktor. Faktor tersebit menyulitkan untuk membedakan sebuah program senjata nuklir rahasia dari manfaat positif dari energi nuklir.
Pada tahun 1970, pengguna teknologi nuklir besar dengan mudahnya menjual teknologi yang sebenarnya tujuan awalnya dimaksudkan untuk hal positif ke negara yang lebih kecil, sehingga kemudian mereka membuat senjata sendiri. Jalan membuat senjata nuklir mematikan sebenarnya tujuan awalnya dimaksudkan untuk kebaikan.
2. Limbah nuklir dan polusi
Bahan bakar nuklir tidak hanya menghasilkan radioaktif, tapi juga menganduung unsur kimia yang sangat beracun seperti plutonium. Zat berbahaya dari unsur kimia itu hanya akan hilang perlahan setelah 10 ribu tahun serta ada proses yang dinamakan Reprocesssing yang mana pengambilan plutonium dari limbah bahan nuklir. Itu bisa digunakan untuk dua tujuan, untuk membuat senjata nuklir atau untuk membuat bahan bakar baru. Tetapi hampir dari unsur kimia itu tidak digunakan sebagai bahan bakar karena kita tidak mempunyai reaktor yang sesuai untuk itu. Satu miligram dapat membunuh seseorang, dan beberapa kilogram dapat menjadi bom atom, bahkan sebuah negara tidak sadar seperti Jerman mempunyai ber-ton-ton unsur kimia itu hanya tergelatak di sekitarnya, karena Reprocessing terdengar seperti ide yang bagus pada 1 dekade yang lalu. Lalu di mana semua limbah nuklir itu dibuang?
Antara 1946 dan 1993 sebanyak 13 negara membuang limbah nuklir ke laut. Setelah pembuangan limbah nuklir ke laut dilarang, maka dilakukan penguburan. Namun belum dapat ditemukan tempat di mana unsur kimia itu tetap aman selama 10 ribu tahun.
Lebih dari 30 negara menjalankan hampir 400 reaktor, mengelola ratusan ribu ton dari limbah nuklir. Hanya 1 negara yang serius untuk membuka tempat pembuangan permanen sipil, yaitu Finlandia.
3. Kecelakaan dan Bencana
Lebih dari 60 tahun dari penggunaan tenaga nuklir, telah terjadi 7 kecelakaan besar di reaktor atau fasilitas yang menangani limbah nuklir. Tiga di antaranya dapat diatasi, namun yang 4 telah mengeluarkan jumlah radioaktif yang signifikan ke lingkungan sekitarnya; tahun 1957, 1986, dan 2011, daerah daratan yang luas di Rusia, Ukraina, dan Jepang telah dinyatakan tidak layak huni bagi manusia selama beberapa dekade selanjutnya. Jumlah kematian masih diperdebatkan, tetapi mungkin berkisar ribuan. Bencana ini disebabkan oleh reaktor nuklir dari jenis yang sangat berbeda, di negara yang berbeda, dan selisih dekade.
Melihat ini haruskah kita menggunakan energi nuklir? Resiko mungkin lebih besar daripada manfaatnya, atau mungkin kita seharusnya berhenti menggunakan teknologi untuk kebaikan?
Gabung dalam percakapan